Minggu, 25 Desember 2016

Islam Koperasi dan Pembangunan Ekonomi Kerakyatan

A.    Kaidah Sistem Ekonomi Indonesia
Landasan konseptual sistem ekonomi nasional yang menganut sistem koperasi sebagai pengamalan paham sosialisme ala Indonesia. Revirsond Baswir menyusun lima ciri sistem ekonomi Indonesia sebagai berikut :
1.      Perekonomian terbagi dalam dua wilayah :
a.       Wilayah sektor Formal, terdiri atas :
1)      Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara
2)      Cabang-cabang produksi yang menguasai hajat orang banyak.
b.      Wilayah sektor informal, yaitu cabang-cabang produksi yang tidak penting bagi Negara dan tidak menguasai hajat orang banyak.
2.      Kecuali dalam wilayah cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara, peranan pemerintah dalam perekonomian lebih dititik beratkan sebagai pengawas dan pengatur.
3.      Koperasi merupakan satu-satunya bentuk perusahaan yang beroperasi dalam wilayah cabang-cabang produksi yang menguasai hajat orang banyak.
4.      Ruang gerak perusahaan swasta yang tidak berbentuk koperasi hanya boleh beroperasi pada cabang-cabang produksi yang tidak penting bagi Negara dan tidak menguasai hajat orang banyak. Wilayah ini tidak perlu diatur oleh pemerintah.
5.      Penentuan harga lebih banyak diserahkan kepada mekanisme pasar.
Asas kekeluargaan dalam bangun ekonomi Indonesia adalah koperasi, lawan dari paham kolonialisme dengan kapitalisme dan liberalisme. Perusahaan swasta yang ada saat ini dan ada sejak zaman kolonial secara bertahap harus berubah bentuk menjadi koperasi dengan cara menjual kepemilikan saham perusahaan kepada manajer dan buruh, sehingga perusahaan sepenuhnya menjadi usaha milik rakyat, bukan milik kaum kapitalis. Dalam ajaran islam, ini sesuai dengan perintah Allah, sebagaimana firman Allah :
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu, “Berlapang-lapanglah di dalam majelis”, maka lapangkanlah. Niscaya Allah memberi kelapangan untuk kamu” (QS Al-Mujadilah [58]: 11).
Kata “dikuasai” pada frase “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara” tidak berarti penghapusan hak milik pribadi secara mutlak, seperti paham komunisme. Kata “dikuasai” Negara bermakna bahwa kepemilikan pribadi diperbolehkan, kecuali terhadap sumber-sumber daya yang strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak. Dari segi ini sistem ekonomi Indonesia sejalan dengan syariat Islam yang mengakui hak milik pribadi sebagai hasil usaha yang diperoleh dengan cara yang sah dan halal.
B.     Dari Entrepreneurship ke Koperasi Informal
      Negara berwenang memberikan sertifikat hak milik tanah kepada individu merdeka yang mampu bertanggung jawab dalam pemanfaatannya seluas yang perlu baginya sekeluarga. Namun penggunaan hak milik tanah itu harus sesuai dengan sifat atau fungsi kemasyarakatan, tidak boleh menjadi alat menindas orang lain. Tanah yang dikuasai individu warga, tetapi dibiarkan terlantar, tidak produktif, tidak dimanfaatkan sesuai sifat sosialnya, maka harus dikembalikan kepada Negara atau mengalihkannya kepada warga yang lain.
      “Barangsiapa yang memiliki tanah maka hendaklah menanaminya, atau memberikannya kepada saudaranya.” (HR Muttafaqun ‘Alaih)
      Atas dasar itu, setiap orang wajib bekerja atau berusaha menjalankan bisnis sesuai peluang, minat, bakat, dan keahlian yang dimilikinya. Islam pun melarang umatnya merendahkan martabatnya dengan mengemis atau mengandalkan hidup dari sedekah.
      Pada awal hijrah umat islam dari Makkah ke Madinah, para sahabat mengembangkan kemitraan usaha model Mudharabah. Kerjasama usaha model Mudharabah dalam konteks ekonomi disebut “Koperasi Informal”. Kerjasama usaha tidak secara resmi berbadan hukum koperasi. Meskipun demikian, jiwa kerjasama usaha ini sama dengan bentuk usaha koperasi yang menghargai manusia bukan hanya karena faktor tenaganya semata.
Kesamaan kebutuhan dimaksud meliputi :
1.      Kebutuhan ekonomis
a.       Kebutuhan mendapatkan pinjaman yang cepat dan murah
b.      Produksi bersama untuk mendapatkan harga yang layak dari barang-barang yang dijual
c.       Kebutuhan  membeli bahan baku atau melakukan pembayaran bersama agar mendapatkan keringanan atau diskon khusus
2.      Kebutuhan politis
a.       Kebutuhan menghindari pemerasan ekonomi dan social
b.      Menghindari persaingan tidak sehat
3.      Kebutuhan manajerial
a.       Menyatukann dan memperkuat potensi ekonomi, solidaritas, dan efektivitas kordinasi antar pelaku usaha supaya mendapatkan pelayanan yang prima, teratur dan berkelanjutan
b.      Melakukan pebagian kerja sesuai keahlian sehingga dapat meningkatkan kualitas mutu barang dan jasa.
Kontrak kerjasama antar pelaku ekonomi dalam masyarakat pra koperasi atau koperasi informal dilakukan dengan akad mudharabah atas dasar saling percaya tanpa campur tangan pemerintah.
C.    Badan Hukum Koperasi
      Rakyat berserikat membangun usaha milik bersama berbentuk koperasi secara formal. Para anggota yang berhimpun dikoperasi adalah pelanggan sekaligus pemegang saham perusahaan sesuai kemampuan masing-masing. Perusahaan koperasi adalah milik bersama, sehingga semua pihak menikmati pertumbuhan, kemajuan, dan keuntungan perusahaan. Dalam persepektif Islam, akad yang dilakukan dalam berkoperasi adalah akad syirkah.
      Tujuan akhir koperasi adalah menjalankan misi Negara mewujudkan kesejahteraan universal seluruh rakyat. Koperasi menggali potensi sumber ekonomi dari kekuatan rakyat, kekuatan modal bersama, dan sebisa mungkin menghindari godaan hutang dari pihak asing. Hal ini selaras dengan doa Rasulullah SAW yang mohon perlindungan kepada Allah dari jeratan hutang.
      Penentu kebijakan koperasi adalah manusia dengan kecerdasannya, sedangkan modal material berupa lahan, uang dan mesin hanya alat untuk memenuhi kepentingan ekonomi bersama seluruh rakyat, dan keuntungannya dibagi kepada anggota menurut jasa dan partisipasi masing-masing dalam memajukan bisnis koperasi. Faktor pemersatunya, bisnis koperasi dalam mengelola sumberdaya yang ada harus memperhatikan tiga hal secara seimbang, yakni laba, manfaat sosial, dan kelestarian bumi.
      Peran Negara adalah bertindak sebagai pelundung dan pembangun ekonomi kerakyatan dengan memberi ruang yang luas bagi rakyat untuk berkoperasi. Kolaborasi Negara bersama kekuatan rakyat yang terhimpun dalam badan hukum koperasi menjadi gelombang ekonomi yang bisa menjalankan fungsi fungsi soko guru ekonomi nasional. Selain itu, peran Negara sebagai pembangun ekonomi rakyat adalah memberikan kemudahan kredit usaha koperasi yang bersumber dari tabungan Negara. Negara menggunakan uang Negara untuk membiayai kegiatan bisnis koperasi dalam rangka melakukan percepatan pembangunan wilayah dan perluasan lapangan kerja.

      Hal ini sejalan dengan syariat Islam yang mengajarkan agar pemerintah menjaga uang Negara layaknya uang anak yatim dan mengusahakannya untuk investasi pada kegiatan produktif dan menguntungkan. Allah SWT berfirman:
      “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (Qs. An-Nisa [4]: 5)
      Koperasi adalah jamaah ekonomi rakyat yang dapat meninggikan ‘izah (harga diri) umat dihadapan bangsa-bangsa lain, sebagaimana firman Allah SWT:
“izzah (kekuatan) itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang –orang mu’min…” (Qs. Al-Baqarah [2]: 143)
      Dalam prinsip koperasi, usaha tidak hanya menjalankan bisnis, tetapi juga melaksanakan fungsi pendidikan dan pembanguna sosial. Tidak hanya mencarai keuntungan, tetapi juga menyediakan kebutuhan umum dan pelayanan sosial.
D.    Koperasi Dalam Kebijakan Negara (Baitul Mal wat Tanwil)
      Kas Negara (Baitul Mal) dalam Islam bersumber dari zakat (warga muslim) dan jizyah (pajak warga non-muslim). Selain itu, Negara mengelola cabang-cabang produki yang penting bagi Negara, seperti industri dirgantara, dan lain-lain. Zakat adalah kewajiban yang harus dipungut dari aghniya (orangorang kaya), kemudian diberikan kepada fakir miskin. Sedangkan jizyah atau pajak non muslim adalah imbal jasa atas perlindungan dan layanan yang mereka terima dari Negara. Tarif jizyah adalah 10% dari pendapatan sebagaimana diajarkan agama Yahudi dan Kristen dan alokasi jizyah bersifat politik sesuai kebutuhan Negara.
      Dalam praktek Negara modern Indonesia, zakat dalam banyak hal berbeda dengan pajak. Zakat diambil dari orang kaya, sedagkan pajak diambil juga dari para pekerja, pengusaha kecil, pengrajin, pedagang kaki lima, pegawai Negara, dan konsumen untuk membiayai kepentingan pemerintah dan perangkatnya. Kebijakan baitul mal wat tanwil dimulai dengan menyusun perencanaan pembangunan dan manajemen logistik nasional yang disandingkan dengan anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN).
      Al-Qur’an telah memberi contoh perencanaan pembangunan jangka panjang, dalam kurun waktu empat belas tahun, yang dilakukan oleh Nabi Yusuf AS.
Yusuf berkata : “Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa. Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan.” (Qs. Yusuf [12]: 47-48)
      Di era informasi, Negara harus kembali menguasai perusahaan telekomunikasi, media dan teknologi informasi. Negara, pada saat ini tidak dapat membendung arus informasi yang mengalir deras, karena Negara tidak lagi mengendalikan Media, Tv, dan Radio. Karena Negara sendiri tidak memiliki kendali terhadap percetakan, stasiun televisi, dan pemancar radio atau jaringan satelit.
      Konstitusi telah menggariskan dengan jelas, bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dikuasai oleh Negara. Yang harus dilakukan Negara adalah melakukan reformasi birokrasi dan rekrutmen pegawai yang bersih dan professional. Pejabat Negara yang menyalah gunakan kewenangannya harus dihukum dengan tegas.
      Keberadaan BUMN telah menciptakan lapangan kerja bagi rakyat dengan semangat patriotisme untuk memartabatkan Negara dalam pergaulan antar bangsa sekaligus memajukan kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, privatisasi hanya berorientasi pada keuntungan bagi pemegang saham dengan mengorbankan rakyat, misalnya dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Privatisasi adalah kebijakan yang dilakukan bukan jalan pintas dengan menjual asset atau menjual saham BUMN kepada swasta. Akibatnya terjadi pengangguran intelektual, dan anak bangsa yang potensial “terpaksa” bekerja di Negara lain, karena dibuang oleh bangsanya sendiri.
      Keuntungan BUMN merupakan income Negara, yang menurut UUD 1945 haru digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Inilah bentuk tanggung jawab Negara kesejahteraan rakyat, terutama kelompok lemah (dhu’afa) dan yang tertindas (mustadh’afin).
      Dalam sejarah Islam, Rasulullah SAW memberi contoh, bahwa sebagai pemimpin kaum Muslimin, beliau bertanggung jawab terhadap kesejahteraan seluruh rakyat, terutama anak yatim, fakir miskin, dan anak-anak terlantar. Rasululah SAW sebagai pemimpin selalu mendahulukan kepentingan umat daripada kepentingan dirinya sendiri. Aisyah RA berkata :
Rasulullah SAW tidak pernah kenyang sepanjang tiga hari berturut-turut. Kalau seandainya kami, mau pasti kami kenyang, akan tetapi beliau selalu mengutamakan orang lain daripada dirinya (sendiri).” (HR. Baihaqi)
      Tradisi hidup sederhana ini dilanjutkan oleh para khalifah pengganti beliau, Abu Bakar, Umar, Ustman, dan Ali Radhiyaullohu’anhum. Umar bin Khatab pernah berkata :
Saya dengan harta (kas Negara) ini tidak lain kecuali seperti wali anak yatim, jika saya sudah cukup, maka saya berhati-hati, tetapi jika saya memerlukan maka saya memakannya dengan ma’ruf (baik).”
      Gaji dan tunjangan kepala Negara dan seluruh aparaturnya harus wajar, tidak berlebihan, sehinnga keuangan Negara yang ada pada Baitul Maal (Perbendaharaan Negara) lebih banyak dialokasikan untuk pembangunan dan melayani rakyat. Jadi, efisiensi di BUMN dilakukan dengan menjaga keuangan Negara dari korupsi, seperti diteladankan Nabi Yusuf dan membudayakan hidup zuhud (sederhana) dan wara’ (kehati-hatian) dalam penggunaan uang Negara di pemerintahan.


SUMBER:
Fadlullah. 2016. Khazanah Peradaban Islam Nusantara. Serang : CV. Tiara Kerta Jaya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar