Faktor kelurga sangat
berperan dalam membentuk karakter anak. Namun kematangan emosi social ini
selanjutnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekolah sejak usia dini sampai
usia remaja. Bahkan menurut Daniel Goleman, banyaknya orang tua yang gagal
dalam mendidik anak-anak, kematangan, emosi sosial anak dapat dikoreksi dengan
memberikan latihan pendidikan karakter kepada anak-anak di sekolah terutama
sejak usia dini.
Sekolah adalah tempat
yang strategis untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari semua lapisan
akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak menghabiskan
sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga apa yang didapatkannya di sekolah
akan mempengaruhi pembentukan karakternya.
Indonesia belum mempunyai
pendidikan karakter yang efektif untuk menjadikan bangsa Indonesia yang
berkarakter (tercermin dari tingkah lakunya). Padahal ada beberapa mata
pelajaran yangberisikan tentang pesan-pesan moral, misalnya pelajaran agama,
kewarganegaraan, dan pancasila. Namun proses pembelajaran yang dilakukan adalah
dengan pendekatan penghafalan (kognitif). Para siswa diharapkan dapat menguasai
materi yang keberhasilannya diukur hanya dengan kemampuan anak menjawab soal
ujian (terutama dengan pilihan berganda). Karena orientasinya hanyalah
semata-mata hanya untuk memperoleh nilai bagus, maka bagaimana mata pelajaran
dapat berdampak kepada perubahan perilaku, tidak pernah diperhatikan. Sehingga
apa yang terjadi adalah kesenjangan antara pengetahuan moral (cognition) dan
perilaku (action). Semua orang pasti mengetahui bahwa berbohong dan korupsi itu
salah dan melanggar ketentuan agama, tetapi banyak sekali orang yang tetap
melakukannya. Tujuan akhir dari pendidikan karakter adalah bagaimana manusia
dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral.
Menurut Berman, iklim
sekolah yang kondusif dan keterlibatan kepala sekolah dan para guru adalah
faktor penentu dari ukuran keberhasilan interfensi pendidikan karakter di
sekolah. Dukungan saran dan prasarana sekolah, hubungan antar murid, serta
tingkat kesadaran kepala sekolah dan guru juga turut menyumbang bagi
keberhasilan pendidikan karakter ini, disamping kemampuan diri sendiri (melalui
motivasi, kreatifitas dan kepemimpinannya) yang mampu menyampaikan konsep
karakter pada anak didiknya dengan baik.
SUMBER:
Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia
Heritage Fondation
Tidak ada komentar:
Posting Komentar