Dalam pengembangan
karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis sebagai
pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau menjadi idola bagi
peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya.
Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga
ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian
guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang
berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan
transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang harus
dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan
dinamis.
Ada beberapa strategi
yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk memainkan
peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta
didik di sekolah, sebagai berikut :
1.
Optimalisasi peran guru dalam proses
pembelajaran. Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat
dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai
sutradara yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses
pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri
hasil belajarnya.
2.
Integrasi materi pendidikan karakter ke
dalam mata pelajaran. Guru dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan
konsep-konsep pendidikan karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata
pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut
untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan
karakter, yang dapat diintergrasikan dalam proses pembelajaran.
3.
Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri
yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia. Para guru (pembina
program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau menekankan
kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang
kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan
psikomotorik.
4.
Penciptaan lingkungan sekolah yang
kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan
terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (peserta
didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah
dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai
jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta
didik.
5.
Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta
didik dan masyarakat dalam pengembangan pendidikan karakter. Bentuk kerjasama
yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat
sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan
pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.
6.
Menjadi figur teladan bagi peserta
didik. Penerimaan peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan
oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantung kepada penerimaan pribadi
peserta didik tersevut terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang sangat
manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh apa
yang disenangi dari model/pigurnya tersebut. Momen seperti ini sebenarnya
merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara langsung maupun tidak
langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pribadi peserta didik.
Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai karakter tidak hanya dapat
diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga pada
prosesnya.
Dalam uraian di atas
menggambarkan peranan guru dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah
yang berkedudukan sebagai katalisator atau teladan, inspirator, motivator,
dinamisator, dan evaluator. Dalam berperan sebagai katalisator, maka
keteladanan seorang guru merupakan faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan
karakter peserta didik yang efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau
idola yang ditiru oleh peserta didik. Peran sebagai inspirator berarti seorang
guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk maju mengembangkan
potensinya. Peran sebagai motivator, mengandung makna bahwa setiap guru harus
mampu membangkitkan semangat, etos kerja, dan potensi yang luar biasa pada diri
peserta didik. Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap guru memiliki
kemampuan untuk mendorong peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh
kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas.
Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti setiap guru dituntut untuk
mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan metode pembelajaran
yang dipakai dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik, sehingga
dapat diketahui tingkat efektivitas, efisiensi, dan produktivitas programnya.
Dengan demikian
berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks sistem
pendidikan di sekolah untuk mengembangkan pendidikan karakter peserta didik,
guru harus diposisikan atau memposisikan diri pada hakekat yang sebenarnya,
yaitu sebagai pengajar dan pendidik, yang berarti disamping mentransfer ilmu
pengetahuan, juga mendidik dan mengembangkan kepribadian peserta didik melalui
intraksi yang dilakukannya di kelas dan luar kelas.
Guru hendaknya
diberikan hak penuh (hak mutlak) dalam melakukan penilaian (evaluasi) proses
pembelajaran, karena dalam masalah kepribadian atau karakter peserta didik,
guru merupakan pihak yang paling mengetahui tentang kondisi dan
perkembangannya.
Guru hendaknya mengembangkan sistem evaluasi yang lebih menitikberatkan pada aspek afektif, dengan menggunakan alat dan bentuk penilaian essay dan wawancara langsung dengan peserta didik. Aalat dan bentuk penilaian seperti itu, lebih dapat mengukur karakteristik setiap peserta didik, serta mampu mengukur sikap kejujuran, kemandirian, kemampuan berkomunikasi, struktur logika, dan lain sebagainya yang merupakan bagian dari proses pembentukan karakter positif. Ini akan terlaksana dengan lebih baik lagi apabila didukung oleh pemerintah selaku penentu kebijakan.
Guru hendaknya mengembangkan sistem evaluasi yang lebih menitikberatkan pada aspek afektif, dengan menggunakan alat dan bentuk penilaian essay dan wawancara langsung dengan peserta didik. Aalat dan bentuk penilaian seperti itu, lebih dapat mengukur karakteristik setiap peserta didik, serta mampu mengukur sikap kejujuran, kemandirian, kemampuan berkomunikasi, struktur logika, dan lain sebagainya yang merupakan bagian dari proses pembentukan karakter positif. Ini akan terlaksana dengan lebih baik lagi apabila didukung oleh pemerintah selaku penentu kebijakan.
SUMBER:
Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia
Heritage Fondation
Tidak ada komentar:
Posting Komentar